Pilkada 2015 adalah Pemilihan kepala daerah (pilkada)
serentak di Indonesia untuk pertama kalinya akan diselenggarakan, meliputi
seluruh daerah baik provinsi maupun kabupaten kota yang masa jabatan kepala daerahnya
berakhir tahun 2015. Selain itu ada 18 daerah otonomi baru (DOB) yang dibentuk
antara 2013-2014 juga akan menyelenggarakan pilkada pertama kali.
Daerah yang akan menggelar
pilkada serentak.
Untuk tahap pertama, 9 Desember 2015, pilkada akan digelar
di 269 provinsi, kabupaten dan kota. Total semua ada 204 daerah. Delapan
pemilihan gubernur dan 198 bupati walikota. Diantaranya Jawa Tengah 21 kabupaten
dan kota.
Dari 204 ini, ditambah lagi di tahun 2018 akan dilakukan
juga pilkada serentak. Hasil pilkada 2015 dan 2018 akan diserentakkan pada
tahun 2020 secara nasional. Jadi, nanti jadwal pemilihan itu cuma ada dua, pada
tahun 2019 dan 2020. Seterusnya akan lima tahun sekali.
Pilkada serentak juga diharapkan akan menghemat biaya yang
dikeluarkan negara. Semakin banyak pemilihan gubernur dilakukan secara serentak
dengan pemilihan bupati dan walikota, akan semakin sedikit biaya yang
dikeluarkan.
Perbedaan mencolok di
pilkada kali ini dibanding sebelumnya.
Pertama diselenggarakan serentak. Keserentakan itu tak hanya
pada tahapan tertentu tapi pada semua tahapan. Pemungutan suara juga dilakukan
serentak baik putaran pertama maupun kedua. Selain itu, kepala daerah terpilih
juga akan dilantik bersama. Hal itu dilakukan agar akhir masa jabatan mereka
juga bareng.
Dari aspek tanggung jawab penyelenggaraan, pilkada serentak
menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. KPU RI
juga menjadi penanggung jawab akhir atas penyelenggaraan pemilihan oleh KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS.
Lalu aspek pembiayaan untuk empat aktivitas kampanye. KPU akan memfasilitasi kegiatan kampanye di ruang publik,
yakni dengan menyediakan alat peraga kampanye, membiayai iklan di media massa
dan menfasilitasi debat calon. Selain itu, tak ada lagi pengerahan massa.
Yang menjadi beban peserta pemilihan hanya pembiayaan pembuatan
desain dan materi kampanye. Kebijakan ini kita harapkan dapat menekan biaya
politik pasangan calon.
Kemudian aspek pencalonan, sekarang tidak boleh lagi turun
kasta. Gubernur tidak boleh jadi calon wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan
wali kota/wakil wali kota.
Wakil gubernur tidak boleh jadi calon bupati/wakil bupati
dan wali kota/wakil wali kota. Bupati dan wali kota tidak boleh menjadi calon
wakil bupati dan wakil wali kota. Selain itu calon tidak boleh punya
konflik kepentingan dengan pertahana.
Artinya tidak boleh memiliki hubungan darah, ikatan
perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke
samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik,
ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Untuk penetapan calon terpilih berubah dari sistem bersyarat
minimal menjadi sistem simple mayority. Pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak langsung ditetapkan sebagai pemenang sehingga tidak dikenal lagi
istilah putaran kedua.
Sistem ini akan berdampak pada efisiensi anggaran, baik
anggaran penyelenggaraan pilkada maupun biaya politik kandidat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar